Langsung ke konten utama

Pembagian Harta Warisan Yang Tidak Adil

Ketika seseorang yang telah berkeluarga, dan ia meninggal. Pasti ia meninggalkan warisan untuk keturunannya.


Cara pembagian warisan dalam keluarga di Indonesia ada 3 macam yaitu:

1. Patrilineal:
    Kedudukan keturunan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan dalam hal warisan.

2. Matrilineal:
    Kedudukan keturunan perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dalam hal warisan.

3. Parental (Bilateral)
    Kedudukan keturunan perempuan dan laki-laki seimbang.

Untuk saat ini, sistem pembagian warisan keluarga di Indonesia lebih sering menggunakan sistem Parental (Bilateral). Sehingga semua keturunan mendapatkan jatah warisan dari orang tua mereka. Tetapi bagaimana dengan sistem pembagian warisan keluarga di Jepang?

Dalam keluarga di Jepang, mereka memiliki sistem Ie. Sistem Ie ini terdiri dari Kaichou (Suami), Sufu (Istri), Chounan (Anak laki-laki tertua), Yome (Menantu). Lalu Ie dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

- Chokkei Kazoku
  Yang dapat tinggal di Ie hanyalah anak laki-laki pertama beserta dengan istri dan anaknya.

- Dai Kaizoku
  Sistem ini mengijinkan semua anak laki-laki (walaupun bukan anak pertama) dapat tinggal di Ie. Tetapi mengenai warisan tetap Chounan (anak laki-laki pertama) yang berhak mendapatkannya.

Nah dari perbandingan yang saya tuliskan, dapat kita lihat bahwa sistem keluarga di Jepang masih menggunakan sistem Patrilineal yang ada di Indonesia, dan ditambah hanya anak pertama yang dipandang. Berbeda dengan Indonesia yang telah menerapkan sistem Parental (Bilateral). Bagaimana menurut kalian mengenai pembahasan kali ini? Mari kita diskusikan di kolom komentar.




Komentar

  1. Wah kurang adil ya,bisa menimbulkan kerusuhan nh di dalam keluarga jepang

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup persentase konflik antar anggota keluarga lebih besar jika hal ini diteruskan

      Hapus
  2. Wah, yang Jepang gak adil, ya. Apa ini salah satu bentuk senioritas dan diskriminasi gender? :( Tapi memang, sih. Di Jepang kayaknya posisi umur penting, ya, dalam segala hal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup, menurut saya juga sebagian besar warga jepang masih berpendapat bahwa anak yang memiliki umur yang lebih tua dianggap sudah bisa bertanggung jawab atas apa pun yang diberikan orang tuanya (termasuk warisan). Meskipun sifat dari anak itu sendiri teledor atau ceroboh.

      Hapus
  3. Cara pembagian di Jepang sangat tidak adil, ya :(.
    Karena yang posisinya dipandang lebih tinggi adalah gender dalam pembagiannya.

    BalasHapus
  4. Aduh, cara pembagian warisan di negara yang Patriarki memang tidak adil ya. Mungkin di masa depan sistem pembagian warisan akan berubah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga diubah, karena hal ini dapat menimbulkan konflik dalam rumah tangga

      Hapus
  5. syukurnya pandangan seperti itu di jaman skrg sudah ga terlalu diterapin lagi. dan diluar sana skrg terlihat lebih bnyk org yang lebih menyukai mencari hartanya sndiri ketimbang hanya mendapat warisan

    BalasHapus
  6. kira-kira kenapa ya anak laki-laki privilegenya lebih banyak ketimbang anak perempuan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Mungkin" mereka masih berpikir, bahwa laki-laki adalah kepala keluarga dan harus bertanggung jawab atas keluarga mereka. Termasuk dalam masalah hal warisan, mereka mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menyimpan dan menggunakan warisan tersebut untuk keluarga mereka

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buang Sampah Lebih Rumit Dibanding Rumus Fisika

Halo guys! pada blog kali ini saya akan membahas cara membuang sampah. "Loh kok tutorial buang sampah? itu mah hal yang mudah kali." Yup membuang sampah adalah hal yang sangat mudah kita lakukan.... di Indonesia. Karena membuang sampah sembarangan sudah seperti kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia. Walaupun sudah ada sanksi untuk yang membuang sampah sembarangan akan didenda sebesar Rp.100.000. Tetapi mereka masih tidak menaatinya, bahkan menganggap semua tempat yang mereka lalui adalah tempat pembuangan sampah. Tetapi berbeda dengan Jepang, di Jepang membuang sampah itu adalah hal yang rumit. Karena Jepang memiliki tata cara membuang sampah, jadi mereka tidak bisa buang sampah seenak jidat mereka. Di Jepang, sampah terbagi menjadi 3 yaitu Moeru Gomi (sampah yang bisa terbakar), Moenai Gomi (sampah yang tidak bisa dibakar), dan Shinge Gomi (sampah yang dapat didaur ulang). "Wah rumit juga yah untuk membuang sampah di Jepang" Eits tunggu dulu. Ketiga ka...

Perbedaan Sistem Keagamaan

Pada blog kali ini saya akan membahas masalah Agama. Seperti yang kita ketahui bahwa negara kita sendiri, yaitu negara Indonesia memiliki nilai-nilai agama yang sangat kuat. Seperti banyaknya tempat ibadah yang ada di beberapa kota dari beberapa agama. "Masjid Istiqlal" "Gereja Bala Keselamatan" "Gereja Katedral" "Vihara Avalokitesvara" "Pura Aditya Jaya" Ditambah lagi pada kartu tanda pengenal masyarakat Indonesia diwajibkan untuk mengisi bagian agama. Mereka tidak boleh mengosongkan kolom agama, tetapi yang lucunya mereka mengizinkan masyarakatnya untuk mengosongkan golongan darah yang notaben jika terjadi hal yang tidak kita inginkan seperti kecelakaan sampai si korban kekurangan darah dan membutuhkan donor darah, hal pertama yang harus kita tahu adalah golongan darah si korban, bukan agamanya.  Berbeda dengan negara Jepang. Jepang merupakan negara sekuler, yang dimana pemerintah di sana tidak ik...

Ujian Neraka? Real Or Fake?

Tidak terasa sekarang sudah memasuki tahun 2018, dan sebentar lagi para binusian melakukan aktifitas di kampus seperti biasa. Ditambah lagi jadwal UAS sudah mendekat. Mendengar kata UAS mengingatkan saya dengan istilah yang ada di Jepang, yaitu " 試験地獄 (Shiken Jigoku)". Jika diartikan dalam bahasa indonesia  試験地獄 (Shiken Jigoku) adalah "Ujian Neraka". Shiken Jigoku ini terjadi pada remaja-remaja yang mengambil ujian masuk di sebuah universitas atau biasa disebut " 受験  (Juken)" .  " 受験  (Juken)" Mengapa bisa disebut "Ujian Neraka"? Hal ini terjadi karena mereka yang gagal dalam ujian masuk universitas atau "Juken" merasa depresi, karena sebagian besar para remaja yang mengambil "Juken" atau ujian masuk universitas menghadapi ujian ini dengan serius, bahkan mereka rela belajar seharian penuh demi ujian ini.  Dan pada akhirnya mereka yang gagal memutuskan untuk bunuh diri dengan cara seperti mengg...